Profil Arifin C. Noer: Dramawan, Sastrawan, dan Sutradara Film Indonesia

Arifin C. Noer dikenang sebagai sosok seniman yang produktif, inovatif, dan berdedikasi tinggi terhadap perkembangan kesenian Indonesia. Salah satu ..

Arifin Chairin Noer (10 Maret 1941 – 28 Mei 1995), atau lebih dikenal sebagai Arifin C. Noer, adalah salah satu tokoh seni dan budaya Indonesia yang berpengaruh. Ia dikenal sebagai dramawan, penyair, penulis skenario, serta sutradara film dan sinetron. Selama kariernya, Arifin berhasil membangun reputasi sebagai seniman yang kreatif, humanis, dan inovatif, yang kontribusinya sangat berpengaruh dalam perkembangan teater dan perfilman di Indonesia.

Profil Arifin C. Noer

Latar Belakang dan Keluarga

Arifin lahir di Cirebon, Jawa Barat, sebagai anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya, Mohammad Adnan, merupakan keturunan kiai sekaligus seorang penjagal kambing yang ahli memasak sate dan gulai kambing. Keluarga sederhana ini menjadi fondasi yang kuat bagi Arifin untuk mengembangkan pendidikan dan kreativitasnya, meskipun ia mengaku berparas “paling jelek” di antara saudaranya.

Pendidikan

Arifin memulai pendidikannya di SD Taman Siswa Cirebon dan melanjutkan ke SMP Muhammadiyah Cirebon. Setelah itu, ia sempat menempuh SMA Negeri Cirebon, namun tidak tamat, dan kemudian pindah ke SMA Jurnalistik, Solo, di mana ia mulai menekuni kesenian. Di Solo, Arifin bertemu dengan tokoh-tokoh sastra dan teater seperti Sapardi Djoko Damono, Dedy Sutomo, Mochtar Hadi, dan W.S. Rendra.

Setamat SMA, ia melanjutkan studi di Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Tjokroaminoto, Surakarta, hingga jenjang doktoral. Selama di perguruan tinggi, Arifin semakin aktif dalam teater dan sastra, bergabung dengan Teater Muslim pimpinan Mohammad Diponegoro serta Lingkaran Drama Rendra.

Pada 1972–1973, Arifin mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat, memperluas wawasan dan pengalaman kreatifnya di kancah internasional.

Karier dan Aktivitas Publik

Arifin mendirikan Teater Kecil di Jakarta pada 1968, yang menjadi laboratorium eksperimen teaternya. Di sini, ia mengembangkan berbagai lakon, termasuk Kapai-Kapai, yang dipentaskan dalam bahasa Inggris di Amerika Serikat, Belgia, dan Australia. Teater Kecil menampilkan karya-karya yang menyatukan unsur tradisi lokal seperti lenong, stambul, wayang kulit, dan wayang golek dengan inovasi modern, serta menyuarakan kritik sosial dengan cara yang kocak dan religius.

Selain teater, Arifin juga menekuni dunia film sebagai sutradara dan penulis skenario. Filmnya, seperti Pemberang (1972), Rio Anakku (1973), Melawan Badai (1974), Suci Sang Primadona (1977), dan Pengkhianatan G30S/PKI (1984), mendapat berbagai penghargaan, termasuk Piala Citra dan The Golden Harvest. Ia juga menulis sinetron dan berperan dalam pengembangan perfilman Indonesia dengan karya yang tetap relevan hingga kini.

Karya dan Prestasi

Arifin menulis puisi, drama, dan skenario film yang menonjolkan tema religius, humanis, dan sosial. Beberapa karya puisinya antara lain:

  1. Nurul Aini (1963)
  2. Siti Aisah (1964)
  3. Puisi-Puisi yang Kehilangan Puisi (1967)
  4. Selamat Pagi, Jajang (1979)
  5. Nyanyian Sepi (1995)

Karya dramanya yang terkenal antara lain: Lampu Neon (1960), Matahari di Sebuah Djalan Ketjil (1963), Prita Istri Kita (1967), Kapai-Kapai (1970), dan Ozon (1989). Lakon Kapai-Kapai bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Moths dan menjadi salah satu antologi seratus tahun drama Indonesia.

Kehidupan Pribadi

Arifin menikah pertama dengan Nurul Aini, dikaruniai dua anak, Vita Ariavita dan Veda Amritha, dan bercerai pada 1979. Ia kemudian menikah dengan Jajang Pamoentjak, putri Duta Besar RI pertama di Prancis dan Filipina, serta dikaruniai dua anak, Nita Nazira dan Marah Laut. Hubungan ini juga menjadi inspirasi dalam karya-karya puisinya.

Kontroversi

Salah satu karya filmnya, Pengkhianatan G30S/PKI, menuai kontroversi karena terkait sejarah politik Indonesia dan diwajibkan pemerintah Orde Baru untuk diputar tiap tahun. Meski kontroversial, film ini juga menunjukkan kemampuan Arifin dalam mengelola narasi sejarah dan film berbiaya besar.

Warisan dan Pengaruh

Arifin C. Noer dikenang sebagai sosok seniman yang produktif, inovatif, dan berdedikasi tinggi terhadap perkembangan kesenian Indonesia. Ia tidak hanya mencetak prestasi di bidang teater dan film, tetapi juga memberi kontribusi besar dalam pembentukan teater modern Indonesia, serta mendidik generasi muda seniman melalui karya-karya dan pengalaman internasionalnya. Menurut Taufiq Ismail, Arifin adalah “pembela kaum miskin,” yang menegaskan nilai kemanusiaan dan sosial dalam karya-karyanya.

Arifin meninggal dunia pada 28 Mei 1995 di Jakarta akibat kanker hati. Meskipun fisiknya telah tiada, warisan kreatif dan inovasinya tetap hidup, menjadi inspirasi bagi seniman Indonesia generasi berikutnya.

© Artikel Populer. All rights reserved.