Profil Hadi AKS: Pengarang Sunda yang Konsisten Menjaga Bahasa dan Sastra Daerah

Hadi AKS adalah salah satu pengarang Sunda yang paling konsisten dalam menjaga dan mengembangkan bahasa serta sastra daerah. Dari cerpen hingga ...

Hadi AKS lahir di Citapis, Pandeglang, Banten, pada 16 Mei 1965. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang sederhana, namun kaya akan nilai-nilai budaya lokal dan tradisi Sunda. Dukungan keluarga, terutama dalam hal pendidikan dan kesenian, menjadi landasan kuat bagi perjalanan kreatifnya di dunia sastra. Pengaruh lingkungan sosial dan budaya Pandeglang yang masih kental dengan nuansa Sunda turut membentuk karakter dan kepekaan estetik Hadi terhadap bahasa serta nilai-nilai lokalitas yang kelak banyak mewarnai karya-karyanya.

Hadi AKS

Pendidikan dan Awal Perjalanan Kreatif

Selepas menamatkan pendidikan di sekolah menengah atas di daerah kelahirannya, Hadi melanjutkan studi ke IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia/UPI), mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Sunda. Keputusannya untuk mendalami bidang tersebut bukan hanya karena minat terhadap bahasa, tetapi juga karena kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan sastra daerah di tengah arus modernisasi.

Sejak menjadi mahasiswa, Hadi telah aktif dalam kegiatan literasi dan jurnalistik kampus. Ia pernah menjadi redaktur di majalah mahasiswa Turus dan Prakarsa, dua media yang menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berekspresi secara intelektual dan kreatif. Pada tahun 1990, bersama sejumlah rekan seidealisme, ia turut mendirikan Yayasan Bujangga Manik dan Forum Sastra Jeung Jurnalistik Sunda (FSJS), yang berperan dalam mengembangkan ruang kreatif bagi para penulis muda Sunda.

Karier dan Aktivitas Publik

Setelah menamatkan studinya di IKIP Bandung pada tahun 1990, Hadi kembali ke tanah kelahirannya dan bekerja sebagai guru di sebuah SMP di Pandeglang. Profesi pendidik menjadi ladang pengabdian yang ia jalani dengan penuh tanggung jawab, sekaligus sebagai sarana untuk menularkan kecintaan terhadap bahasa dan sastra Sunda kepada generasi muda. Beberapa tahun kemudian, ia berpindah tempat tinggal ke Lembang, namun tetap aktif menulis dan berkegiatan dalam dunia sastra.

Selain sebagai pendidik, Hadi dikenal luas sebagai penulis sajak, cerpen, dan esai baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia. Karya-karyanya banyak dimuat di berbagai media cetak seperti Mangle, Galura, Katumbiri, Kalawarta, dan Kujang—majalah-majalah yang selama ini menjadi barometer perkembangan sastra Sunda modern. Melalui tulisan-tulisannya, Hadi berusaha menjaga relevansi bahasa Sunda sebagai medium ekspresi yang hidup, dinamis, dan penuh daya cipta.

Karya dan Prestasi

Produktivitas Hadi AKS sebagai pengarang terlihat dari banyaknya karya yang telah diterbitkan. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Oknum: Kumpulan Carpon Hadi AKS (1998)
  2. Jawara Sebelas Wajah: Kumpulan Cerita Rakyat Banten dalam Bahasa Indonesia (2000)
  3. Ombak Halimun: Kumpulan Sajak (2002)
  4. Kalapati: Kumpulan Cerpen (2011)
  5. Saéni: Novel (2014)
  6. Hompimpah: Kumpulan Fiksi (2016)
  7. Tembang Matapoé: Kumpulan Puisi (2018)

Karya-karyanya tidak hanya memperlihatkan kepiawaian dalam mengolah bahasa, tetapi juga mencerminkan kedalaman refleksi sosial dan budaya. Ia dikenal mampu menghadirkan karakter-karakter lokal yang hidup dan autentik, sembari menyelipkan kritik sosial yang halus namun tajam.

Prestasi yang pernah diraihnya antara lain Hadiah Sastra LBSS (Lembaga Basa Jeung Sastra Sunda) pada tahun 1992 untuk cerpennya berjudul “Oknum”. Selain itu, ia juga menerima sejumlah penghargaan bergengsi lainnya seperti Penghargaan Sastra D. K. Ardiwinata, Anugerah Soeria Di Radja, dan Penghargaan Sastra R. H. Oeton Moechtar—semuanya merupakan bentuk apresiasi atas dedikasinya terhadap perkembangan sastra Sunda.

Cerpen pertamanya yang terbit di media adalah “Nu Mulang Pasosoré” di majalah Katumbiri, sementara puisi pertamanya berjudul “Bandéra Hideung” dimuat di Kalawarta Kujang. Sejak saat itu, esai-esai dan tulisan-tulisannya kerap muncul di berbagai media Sunda seperti Manglé, Galura, Cupumanik, Katumbiri, hingga Suara Daerah.

Kiprah di Era Digital

Seiring berkembangnya media sosial, Hadi AKS juga aktif menyesuaikan diri dengan platform digital. Sejak tahun 2011, ia dikenal sebagai salah satu penulis produktif di grup Facebook “Fiksimini Basa Sunda”. Di komunitas tersebut, Hadi menulis ratusan fiksimini—cerita pendek ultra-singkat yang ditulis dengan gaya padat, simbolik, dan reflektif. Gaya penulisannya yang unik mendapatkan sambutan positif dari komunitas pembaca sastra Sunda di dunia maya.

Lebih dari sekadar menulis, Hadi juga dikenal sering membacakan karya-karyanya di berbagai panggung sastra. Ia bahkan pernah “mengamen sastra” di alun-alun Bandung dan di dalam bus kota, sebagai bentuk eksperimentasi artistik sekaligus usaha memperkenalkan sastra Sunda kepada publik yang lebih luas. Aksi ini memperlihatkan semangatnya untuk menjadikan sastra sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya konsumsi kaum akademis.

Visi dan Kontribusi

Sebagai pengarang Sunda, Hadi AKS memiliki visi kuat untuk menjaga keberlangsungan sastra daerah agar tidak terpinggirkan oleh arus budaya global. Ia percaya bahwa bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, melainkan cermin identitas dan kearifan lokal yang perlu dirawat dan dikembangkan. Melalui karyanya, ia berupaya memperlihatkan bahwa sastra Sunda memiliki daya ungkap yang universal dan mampu berdialog dengan dunia modern.

Kontribusinya tidak hanya dalam bentuk karya tulis, tetapi juga melalui kiprah edukatif dan partisipasi aktif dalam berbagai forum sastra. Hadi menjadi inspirasi bagi banyak penulis muda Sunda untuk terus berkarya dan mencintai bahasa ibu mereka sendiri.

Kritik dan Kontroversi

Sebagai sosok yang aktif dan vokal di dunia sastra, Hadi AKS tentu tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak pernah menilai bahwa gaya penulisannya terlalu eksperimental dan sulit dicerna oleh pembaca awam. Namun, kritik tersebut justru menjadi bahan refleksi bagi Hadi untuk terus memperkaya teknik dan gaya berbahasanya. Ia memandang kritik sebagai bagian alami dari dinamika dunia sastra, bukan hambatan dalam berkarya.

Kehadiran di Media

Hadi AKS cukup dikenal di kalangan penulis Sunda dan kerap diundang dalam kegiatan sastra, baik tingkat lokal maupun nasional. Aktivitas dan karya-karyanya dapat ditemukan di berbagai publikasi dan platform literasi digital, terutama komunitas sastra Sunda di media sosial seperti Facebook dan grup penulis independen.

Hadi AKS adalah salah satu pengarang Sunda yang paling konsisten dalam menjaga dan mengembangkan bahasa serta sastra daerah. Dari cerpen hingga fiksimini, dari panggung sastra hingga media sosial, ia terus memperlihatkan komitmen terhadap nilai-nilai literasi lokal yang berakar kuat pada budaya Sunda. Dengan dedikasi dan ketekunan yang ia tunjukkan selama lebih dari tiga dekade, Hadi AKS menjadi contoh nyata bahwa bahasa daerah tidak akan punah selama masih ada penulis yang menuliskannya dengan cinta dan kesadaran budaya.

© Artikel Populer. All rights reserved.