Sides Sudyarto D. S., yang akrab disapa Mas Des, lahir dengan nama asli Sudiharto pada 14 Juli 1942 di Desa Banjaranyar, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada masa pendudukan Jepang. Ia wafat di Jakarta, pada 14 Oktober 2012, dalam usia 70 tahun.
Sides lahir dari keluarga sederhana di pedesaan yang sarat nilai-nilai kerja keras dan ketulusan. Lingkungan keluarga dan masyarakat tempat ia tumbuh memberi dasar kuat bagi pandangan hidupnya: bahwa perjuangan, kejujuran, dan ilmu pengetahuan adalah kunci untuk keluar dari keterbatasan. Nilai-nilai ini kelak membentuk jati dirinya sebagai sastrawan dan wartawan yang berpihak pada kemanusiaan dan kebudayaan.
Pendidikan dan Perjalanan Awal
Perjalanan pendidikan Sides mencerminkan tekad seorang pejuang literasi sejati. Ia pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Guru (SG) dan sempat menjadi guru Sekolah Dasar di Pekiringan, Tegal. Di tengah kesibukan mengajar, ia melanjutkan studi di SMA PGRI Tegal, jurusan Sastra Budaya—sebuah langkah awal yang menegaskan minatnya pada dunia bahasa dan sastra.
Demi memperdalam pengetahuan, Sides hijrah ke Jakarta. Hidupnya di ibu kota penuh perjuangan: ia sempat bekerja sebagai penarik becak selama dua tahun di kawasan Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat, sambil tetap kuliah. Pagi hari ia kuliah di Universitas Indonesia (UI), Jurusan Sastra Belanda, dan sore hari melanjutkan studi di Akademi Bahasa Asing (ABA) di Jalan Merdeka Timur 14, Jakarta.
Kisah hidupnya adalah gambaran nyata perjuangan intelektual dari rakyat kecil yang tak menyerah pada keadaan. Dalam banyak kesempatan, Sides kerap mengatakan bahwa kemiskinan tidak boleh menjadi penghalang untuk mencintai ilmu dan menulis.
Karier dan Aktivitas Publik
Karier Sides di dunia jurnalistik dimulai ketika ia bergabung sebagai anggota redaksi majalah anak-anak Bobo. Dari sini, langkahnya terus menanjak. Ia kemudian menjadi reporter di harian Kompas, pertama di bidang seni dan budaya, lalu beralih ke bidang politik internasional.
Selain di Kompas, Sides juga pernah aktif menulis dan menjadi bagian dari berbagai media nasional ternama seperti Media Indonesia, Jaya Raya, Suara Pembaruan, Sinar Harapan, Republika, Warta Harian, Kartini, Budaya Jaya, dan Ulumul Qur’an.
Kariernya berkembang pesat: ia pernah menjabat sebagai Redaktur Eksekutif Harian Media Indonesia, Pemimpin Redaksi Tabloid Intelektual, dan Pemimpin Redaksi Raya Kultura, sebuah majalah pendidikan dan kebudayaan.
Selain sebagai jurnalis, Sides juga dikenal sebagai pembicara dan pendidik sastra. Ia aktif memberikan ceramah sastra dan pelatihan penulisan kreatif (creative writing) di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, hingga Denpasar. Ia juga melawat ke Australia untuk berbagi pandangan tentang sastra dan kebudayaan, serta pernah diundang ke São Paulo, Brasil, untuk memberikan ceramah tentang Pancasila dan kebudayaan di hadapan Komunitas Neo Humanista, sembari berziarah ke rumah filsuf pendidikan Paulo Freire.
Prestasi dan Karya
Sides dikenal luas sebagai penyair produktif yang menulis dengan gaya reflektif dan kritis terhadap realitas sosial. Salah satu tonggak penting dalam karier sastranya adalah ketika salah satu puisinya memenangkan Sayembara Puisi Prasasti Ancol (1977). Karya tersebut kemudian diabadikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk prasasti di kawasan Taman Impian Jaya Ancol—sebuah kehormatan besar bagi seorang penyair.
Ia tergabung dalam antologi puisi legendaris Dari Negeri Poci 2 (1994) dan Dari Negeri Poci 4 (2013), yang memposisikan namanya di jajaran penyair penting Indonesia.
Karya-karyanya bisa dijumpai dalam buku, di antaranya:
- Kebatinan (kumpulan puisi, 1975)
- Rambut Emas Kakek Bijaksana (kumpulan cerpen, 1975)
- Perihutan & Karangan Bunga Anak Gembala: Cerita dari Cekoslowakia (1975)
- Pengembaraan seorang Pangeran: Cerita dari Jawa (buku cerita anak, 1975)
- Perahu yang Berjalan di Darat: Ceritera dari Perancis (1976)
- Lapar (kumpulan puisi, 1977)
- Lilin-Lilin 45 (puisi anak-anak, 1979)
- Pahlawan dalam Puisi (puisi anak-anak, 1979)
- Pancasila dalam Puisi (puisi anak-anak, 1979)
- Tiang Gantungan (kumpulan puisi, 1985)
- Pedoman Berbelanja: Kumpulan Hasil Pengujian Perbandingan (1983)
- Tonggak (antologi puisi, 1987)
- Pak Kasur: Pengabdi Pendidikan (1987)
- Dari Negeri Poci 2 (antologi puisi, 1994)
- Sebelah Kaki untuk Revolusi (1996)
- Baliku: A black and white journey in Bali by the Indonesian artist Krijono (1998)
- Beyond the Horizon: Short Stories from Contemporary Indonesia (1998)
- Sajak-Sajak Tiang Gantungan (kumpulan puisi, 2002)
- Jenis Jurus Ampuh Mencegah Bahaya Narkoba (2003)
- The world of Sudarso (2005)
- Rona Hati Kekasih (novel, 1986)
- Salat Lebaran di Kamp Konsentrasi (kumpulan cerpen, 2006)
- Kiat Menulis Fiksi: 50 Hari Jadi Penulis Besar (2006)
- Manusia dan Bahasa (2009)
- Penyair dan Pemikir: Puisi dan Filsafat (2011)
- Kritik atas Puisi-Puisi Indonesia (2012)
- Tolonglah Hamba-Mu Ini (novel, 2012)
- Dari Negeri Poci 4: Negeri Abal-Abal (antologi puisi, 2013)
- Seni Menulis Sastra Hijau bersama Perhutani (2013)
Ia juga menulis naskah/manuskrip berjudul Sastra Pembebasan Amerika Latin dan Australia: sebuah negeri puisi (2009), yang menunjukkan ketertarikannya pada hubungan antara sastra dan perjuangan sosial di dunia global.
Selain karya tulis, Sides dikenal karena dedikasinya memperkenalkan nilai-nilai nasionalisme, Pancasila, dan kemanusiaan universal kepada generasi muda.
Gaya dan Visi Kepenulisan
Dalam karya-karyanya, Sides Sudyarto D. S. sering memadukan nuansa spiritual, sosial, dan eksistensial. Puisinya tidak hanya bicara tentang keindahan bahasa, tetapi juga tentang perenungan atas penderitaan, perjuangan, dan keadilan. Ia memandang sastra sebagai alat pembebasan—sebuah media untuk menggugah kesadaran manusia.
Visinya sederhana namun dalam: sastra harus kembali kepada rakyat, menjadi bagian dari pendidikan moral dan kesadaran sosial.
Sebagai wartawan, Sides dikenal berintegritas. Ia menulis dengan gaya jernih, lugas, dan humanis. Di ruang redaksi, ia dihormati karena kedisiplinannya dan kemampuannya menjembatani dunia jurnalistik dengan nilai-nilai kesusastraan.
Warisan dan Pengaruh
Kepergian Sides Sudyarto D. S. meninggalkan jejak mendalam di dunia sastra dan jurnalisme Indonesia. Ia bukan hanya penyair dan wartawan, tetapi juga pendidik spiritual dan intelektual yang menunjukkan bahwa kata-kata bisa menjadi alat perubahan.
Melalui karya dan kehidupannya, ia memberi teladan bahwa kesederhanaan tidak menghalangi pencapaian besar. Dari becak di Kemayoran, dari ruang kelas sederhana di Tegal, hingga ruang redaksi media nasional dan forum sastra internasional, Sides membuktikan bahwa literasi adalah jalan pembebasan manusia.
Sides Sudyarto D. S. akan selalu dikenang sebagai sastrawan, wartawan, dan penggerak literasi Indonesia yang konsisten menulis dengan hati dan keyakinan. Ia mewakili semangat zaman yang tak lekang oleh waktu: keberanian untuk berpikir, menulis, dan berbagi cahaya pengetahuan di tengah gelapnya ketidakpedulian.
Melalui karya-karyanya—dari Kebatinan hingga Kritik atas Puisi-Puisi Indonesia—Mas Des telah menorehkan jejak abadi bahwa sastra sejati adalah yang mampu menyentuh manusia, membangkitkan kesadaran, dan menyalakan kembali makna kemanusiaan.