Toeti Heraty, lahir di Bandung, 27 November 1933, adalah salah satu tokoh pemikir feminis, penyair, akademisi, dan budayawan paling berpengaruh di Indonesia. Ia wafat pada 13 Juni 2021 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak.
Toeti berasal dari keluarga terdidik dan berpengaruh. Ayahnya adalah Prof. Dr. Ir. Raden Rooseno Soerjohadikoesoemo, seorang insinyur konstruksi beton ternama, pendiri Universitas Gadjah Mada, dan tokoh di balik Yayasan Perguruan Cikini. Lingkungan keluarga yang dekat dengan dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan ini menjadi fondasi penting dalam pembentukan kecintaan Toeti terhadap intelektualitas, seni, dan filsafat.
Pada 1957, ia menikah dengan Noerhadi (Eddy), seorang ahli kultur jaringan dari Departemen Biologi ITB. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai empat orang anak, dan keluarga ini dikenal memiliki kedekatan kuat dengan dunia akademik dan seni.
Pendidikan: Medis, Psikologi, dan Filsafat
Perjalanan akademik Toeti Heraty mencerminkan keluasan minat intelektualnya.
- Sarjana Muda Kedokteran — Universitas Indonesia (1955).
- Sarjana Psikologi — Universitas Indonesia (1962).
- Sarjana Filsafat — Rijk Universiteit, Leiden, Belanda (1974).
- Doktor Filsafat — Universitas Indonesia (1979).
Perpaduan tiga bidang besar—kesehatan, psikologi, dan filsafat—membentuk kerangka pemikiran Toeti yang kompleks, tajam, dan multidisipliner. Penguasaan teori-teori feminisme modern, terutama pemikiran Simone de Beauvoir, juga sangat mempengaruhi gagasannya kelak.
Awal Menulis dan Kiprah Kesusastraan
Toeti mulai menulis sejak 1966 setelah pindah dari Bandung ke Jakarta. Karyanya pertama kali muncul di majalah Horison, Sastra, dan Budaya Jaya.
Sebagai penyair perempuan dengan visi feminis yang kuat, Toeti banyak mengangkat tema-tema sosial, terutama mengenai hak dan posisi perempuan dalam masyarakat patriarkal. Karena itu pula ia mendapat julukan sebagai “satu-satunya wanita di antara penyair kontemporer terkemuka Indonesia” pada masanya.
Karier Akademik dan Aktivitas Publik
Toeti Heraty memiliki karier intelektual dan publik yang sangat luas:
1. Dunia Akademik
- Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
- Ketua Jurusan Filsafat, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
- Ketua Program Pascasarjana UI Bidang Filsafat.
- Guru Besar Luar Biasa Fakultas Sastra UI (1994).
2. Lembaga Seni dan Kebudayaan
- Anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968–1971).
- Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1982–1985).
- Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
- Direktur Biro Oktroi Rooseno.
Rumahnya di kawasan Menteng pernah berfungsi sebagai galeri seni pribadi, dengan koleksi karya Affandi, S. Sudjojono, Srihadi Soedarsono, dan pelukis-pelukis penting lainnya.
3. Aktivisme Perempuan
Toeti Heraty merupakan salah satu tokoh feminist scholars generasi pertama di Indonesia. Ia:
- ikut mendirikan Jurnal Perempuan, majalah feminis paling berpengaruh di Indonesia,
- aktif di Suara Ibu Peduli,
- pernah menjadi Ketua Yayasan Mitra Budaya Indonesia (1998).
Prestasi, Penghargaan, dan Kiprah Internasional
Toeti Heraty berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seni internasional:
- Festival Penyair Internasional Rotterdam (1981).
- International Writing Program — University of Iowa (1984).
Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam Belanda, Inggris, Jerman, Rusia, dan Prancis, memperkuat reputasinya sebagai intelektual global.
Karya-Karya Penting
Toeti Heraty meninggalkan jejak besar melalui puluhan buku puisi, esai, filsafat, dan sejarah. Berikut beberapa di antaranya:
- Emansipasi Wanita Menurut Simon du Beauvoir (skripsi, 1961)
- Transendensi Feminin: Kesetaraan Gender Menurut Simone de Beauvoir (tesis psikologi, 1961)
- Sajak-Sajak 33 (kumpulan puisi, 1973)
- Contemporary Indonesian Poetry: Poems in Bahasa Indonesia and English (antologi puisi dwibahasa, 1975)
- Antologi Puisi Indonesia 1997 (antologi puisi, 1977)
- Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (antologi puisi, 1979)
- Mimpi dan Pretensi (kumpulan puisi, 1982)
- Borobudur (1982) buku ini disertai dengan potret-potret Yazir Marzuki
- Aku dalam Budaya: suatu telaah filsafat mengenai hubungan subyek-obyek (filsafat, 1984)
- Krisis Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan di Dunia Ketiga (sosial, 1984)
- Dua Puluh Sastrawan Bicara (antologi esai, 1984)
- Budaya Sastra (antologi esai, 1984)
- Manifestasi Puisi Indonesia-Belanda (antologi puisi, 1986)
- Proses Kreatif Jilid 3: mengapa dan bagaimana saya mengarang (antologi esai, 1986)
- Nostalgi = Transendensi: pilihan sajak (kumpulan puisi, 1995)
- Ik kom en ga = Aku Datang dan Pergi (terjemahan, 1996)
- Derabat: cerpen pilihan KOMPAS 1999 (antologi cerpen, 1999)
- Sembilan Kerlip Cermin (antologi puisi, 2000)
- Calon Arang: kisah perempuan korban patriarki (prosa lirik, 2000)
- Hidup Matinya Sang Pengarang: esai-esai tentang kepengarangan oleh sasterawan dan filsuf (esai, 2000)
- Pencarian Belum Selesai: fragmen otobiografi Toeti Heraty (biografi, 2003)
- A Time, a Season: selected poems of Toeti Heraty (kumpulan puisi bahasa Inggris, 2003)
- Psikoanalisis dan Sastra: kumpulan makalah seminar (2003)
- Selendang Pelangi (antologi puisi, 2006)
- Le Chant des Villes - Nyanyian Kota (antologi puisi dwibahasa Indonesia dan Perancis, 2006)
- Rainbow: 18 Indonesian Women Poets (antologi puisi bahasa Inggris, 2008)
- Salim/Siapa Salim: At His 100th Birthday (biografi, 2008)
- Rainha Boki Raja: Ratu Ternate Abad Keenambelas (sejarah, 2010)
- Toeti Heraty Poems (kumpulan puisi bahasa Inggris, 2011) diterjemahkan oleh Carole Satyamurti dan Ulrich Kratz
- Tentang Manusia Indonesia dsb (filsafat, 2015)
- Encounters: The Poetry (kumpulan puisi bahasa Inggris, 2018)
- Deviant Disciples: Indonesian Women Poets (antologi puisi bahasa Inggris, 2020)
- Dialog dengan Kematian dan Kehidupan Mikroorganisme (2022) bersama Indrawati Gandjar
Toeti Heraty adalah sosok yang melampaui satu bidang. Ia seorang penyair, filsuf, dosen, aktivis, dan budayawan yang menempatkan perempuan, seni, dan pemikiran kritis sebagai poros perjuangan hidupnya. Melalui karya tulis, kiprah akademik, dan aktivisme sosialnya, Toeti telah membuka jalan bagi generasi baru pemikir dan seniman Indonesia untuk melihat dunia dengan cara yang lebih terbuka, reflektif, dan setara.
Warisan intelektualnya tetap hidup—menjadi bagian penting dari sejarah sastra Indonesia dan perjuangan feminisme di Nusantara.