Abdul Hadi W.M. adalah salah seorang tokoh intelektual Indonesia yang dikenal sebagai sastrawan, budayawan, dan ahli filsafat. Namanya melekat pada karya-karya bernapaskan sufistik, penelitian sastra Melayu Nusantara, serta pandangan tentang Islam dan pluralisme yang terbuka.
- Nama Lengkap: Abdul Hadi Wiji Muthari
- Tempat & Tanggal Lahir: Sumenep, Madura, 24 Juni 1946
- Tanggal Wafat: 19 Januari 2024
Latar Keluarga dan Masa Kecil
Abdul Hadi lahir dari keluarga peranakan Tionghoa di Sumenep, Madura. Ayahnya, K. Abu Muthar, seorang saudagar dan guru bahasa Jerman, sedangkan ibunya, RA Sumartiyah, merupakan putri keturunan Mangkunegaran. Ia merupakan putra ketiga dari sepuluh bersaudara, meski banyak saudara kandungnya meninggal dunia di usia muda. Sejak kecil, Abdul Hadi sudah akrab dengan bacaan filosofis dan sastra dari Plato, Sokrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, hingga Muhammad Iqbal. Kecintaan terhadap puisi dan dunia tulis-menulis dibentuk oleh karya-karya Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
Pendidikan
Pendidikan dasar dan menengah pertama ditempuh di Sumenep, kemudian melanjutkan SMA di Surabaya. Ia melanjutkan studi di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dengan jurusan Filologi hingga memperoleh gelar sarjana muda, kemudian pindah ke studi Filsafat Barat hingga tingkat doktoral (tidak diselesaikan). Ia melanjutkan studi Antropologi di Universitas Padjadjaran, Bandung, serta mengikuti program International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1973–1974), dan studi sastra serta filsafat di Hamburg, Jerman. Pada 1992, ia meraih gelar Master dan Doktor Filsafat dari Universitas Sains Malaysia di Penang, di mana ia juga menjadi dosen.
Karier dan Aktivitas Publik
Abdul Hadi W.M. memiliki perjalanan panjang sebagai pengajar dan intelektual. Ia menjadi dosen di Universitas Paramadina, Jakarta, serta Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pada 2008, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Filsafat dan Agama di Universitas Paramadina.
Di bidang publikasi dan editorial, Abdul Hadi berperan sebagai redaktur Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, majalah Budaya Jaya, KADIN, Balai Pustaka, dan jurnal Ulumul Qur'an. Ia juga pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1982), anggota Lembaga Sensor Film (2000), Ketua Dewan Kurator Bayt al-Qur’an dan Museum Istiqlal, serta aktif dalam Majlis Kebudayaan Muhammadiyah, ICMI, dan PARMUSI.
Selain mengajar, Abdul Hadi mendirikan Pesantren An-Naba di Sumenep pada 1990 bersama Zawawi Imron dan Ahmad Fudholi Zaini. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan sastra, seni rupa, kaligrafi, musik, dan drama bagi generasi muda.
Karya dan Prestasi
Abdul Hadi W.M. dikenal sebagai penyair dengan karya-karya bernuansa sufistik.
- Laut Belum Pasang (Litera, 1971)
- Cermin (Budaya Jaya, 1975)
- Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (Pustaka Jaya, 1975)
- Meditasi (Budaya Jaya, 1976)
- Tergantung pada Angin (Budaya Jaya, 1977)
- Anak Laut Anak Angin (1984)
- Pembawa Matahari (Bentang, 2002)
- At Last We Meet Again (1987)
- Arjuna in Meditation: bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman (1976)
- Sastra Sufi: Sebuah Antologi (esai, 1985)
- Ruba'yat Omar Khayyam (esai, 1987)
- Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan kepada Bangsa-Bangsa Timur (puisi dan pembahasan, 1986)
- Pesan dari Timur: Muhammad Iqbal (esai, 1987)
- Rumi dan Penyair (puisi dan esai, 1987)
- Faust I (karya Gothe, 1990)
- Kaligrafi Islam (karya Hasan Safi, 1987)
- Kehancuran dan Kebangunan (kumpulan puisi Jepang, 1987)
- Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya (Mizan, Bandung, 1995)
- Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999)
- Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999)
- Tasawuf yang Tertindas: Kajian Hermeneutik terhadap Karya-Karya Hamzah Fansuri (Paramadina, 2001)
Atas dedikasinya di bidang sastra dan kebudayaan, Abdul Hadi menerima berbagai penghargaan, antara lain:
- Hadiah Puisi Terbaik II Majalah Horison (1969)
- Hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta (1977)
- Hadiah Seni Pemerintah Indonesia (1979)
- Hadiah Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand (1985)
- Anugerah Mastera Majelis Sastra Asia Tenggara (2003)
- Satyalancana Kebudayaan Pemerintah RI (2010)
- Habibie Award bidang sastra dan kebudayaan (2014)
Kontroversi dan Kritik
Sebagai tokoh publik dan intelektual, Abdul Hadi W.M. terkadang menghadapi kritik atas pandangan dan keterlibatannya dalam politik, seperti saat menjadi calon anggota legislatif dari PPP (1999). Namun, kontroversi tersebut tidak mengurangi kontribusinya yang positif di bidang sastra, pendidikan, dan kebudayaan.
Kehidupan Pribadi
Abdul Hadi menikah dengan wartawati dan pelukis Tedjawati (Atiek Koentjoro) pada 25 November 1978 dan dikaruniai tiga putri: Gayatri Wedotami, Dian Kuswandari, dan Ayusha Ayuthaya. Ia dikenal sebagai pecinta musik klasik dan modern, membaca, dan berkebun.
Abdul Hadi W.M. meninggalkan warisan intelektual yang luas, baik dalam bentuk karya sastra, pendidikan, maupun kontribusi budaya. Ia dikenang sebagai sosok yang menggabungkan kedalaman spiritual, intelektual, dan seni, sekaligus menjadi penggerak pencerahan budaya dan pendidikan di Indonesia.